Wednesday 24 July 2013

Amazing Farm Sukses menjadi Raja Sayuran Organik

DannySayur (truk)
Amazing Farm mampu merajai bisnis sayuran tanpa pestisida di pasar modern Indonesia. Juga, mengekspor melon sebanyak 40 -50 ton per bulan, dan buncis 14 ton per bulan ke Singapura. Bagaimana Danny Rusli mengembangkan bisnis pertanian Amazing Farm?
Ia menuturkannya kepada Herning Banirestu.Jadi petani itu harus kuat mental, kami dari masuk tahun 2009 hingga 2012, empat kali habis semua kena angin kencang yang turun dari gunung,” ungkap Danny Rusli pemilik Amazing Farm tentang lahan ketiga yang dimilikinya di daerah Lembang yang luasnya 7,5 hektare (ha). Semua tanaman yang awalnya berupa melon dan paprika, yang sebenarnya untuk diekspor habis diterjang angin. Tak pelak Danny berhenti ekspor.
Kendala iklim dan kondisi alam yang berubah cepat memang tantangan tersendiri bagi pria lulusan Universitas Padjajaran, jurusan Pertanian yang semula berkarier di lembaga keuangan ini. Danny beralih ke agribisnis justru pada saat Indonesia sedang dilanda krisis moneter. Kondisi itu membuat kondisi kariernya di sebuah lembaga keuangan pun terancam. Ia sempat khawatir, terlebih kerusuhan Mei 1998 sempat dirasakannya mengancam.
Akhirnya ia berpikir, bagaimana bisa survive, dengan menggunakan bekal latar belakang kuliahnya, Danny mencoba kembali ke pertanian. Berbekal lahan yang dipinjamkan oleh mantan bosnya saat bekerja, seluas sekitar 2.000 m2, di Lembang (Bandung), ia memulai bercocok tanam dengan teknikaeroponic. Menanam tanaman diudara. Ini teknik yang ia pelajari khusus di Singapura. Jatuh bangun Danny membangun bisnis pertaniannya. Kini kalangan menengah atas, siapa yang tak kenal sayuran bermerek: Amazing Farm yang bisa ditemui di berbagai pasar modern.
Sampai saat ini pun masih penuh perjuangan, apalagi alam sekarang seperti ini, hujan begitu panjang, panen pasti menurun,” ujarnya. Namun, jika dilihat salah satu kebunnya di Lembang (ada dua: Lembang atas 7,5 ha, dan Lembang bawah 1 ha di jalan Kayu Ambon) begitu hijau, berbagai jenis sayur jenis impor ditanam di sana. Semua terlihat indah dan apik. Orang yang datang ke lahan pertaniannya tidak akan ada yang mengira berdarah-darah, Danny membangunnya.
Coba lihat tipe baru ini, namanya Salanova, semacam selada untuk salad. Daun di kelopak dalam dan di luar sama besarnya,” ujarnya tentang salah satu tanaman di lahan tersebut. Ada berbagai macam sayur jenis impor yang ia tanam.
Danny menyebut selain menanam berbagai sayuran di Lembang, termasuk salah satu lahan di Sentul seluas 3.000 m2, ia juga mengumpulkan kelompok tani di berbagai daerah. Kelompok tani ini beberapa menanam buah, khusus ekspor. Sedang sayuran yang ditanamnya itu semua untuk pasar lokal. “Untuk pasar lokal saja kami masih kewalahan memenuhinya,” imbuhnya.
Nah, yang kelompok tani yang ia kelola, menanam melon. Seminggu diekspor ke Singapura 1 kontrainer melon. Per bulan sekitar 40-50 ton yang dikirim ke sana. “Ada juga kami ekspor buncis bersama kelompok tani sekitar 14 ton kami ekspor ke Singapura per bulan,” tuturnya. Dalam tiga bulan lagi, ekspornya bisa ditingkatkan minimal menjadi 20 ton per bulan.
Menurutnya, permintaan yang meningkat itu tentu ada prosesnya. Setelah konsisten dalam hal kualitas dan pengirimannya, serta sanggup memenuhi kuantitas yang ditetapkan, biasanya buyermelihat pihaknya dianggap bisa diandalkan. Otomatis mereka minta untuk pihaknya meningkatkan volume pengiriman.
Toko itu ingin selalu mendapat jaminan, kala dia order, barang datang. Barang yang kami jual kan barang fresh, barang harian. Konsumen yang biasa belanja, bisa lari ke toko lain jika ketersediaan barang tidak konsisten,” jelasnya.
Toko ingin selalu memastikan pengiriman dan kualitas itu bisa dijamin. Inilah kelemahan pemain kita. “Kadang Singapura itu kalau orang baru masuk ke sana, tidak langsung direspons. Saya mulai ekspor tahun 2008, nawarin pertama tidak dianggap,” ujarnya mengenang. Danny menyatakan, ia pernah gagal kala ekspor pertama kali ke Singapura. Bahkan hingga dimarahi pembeli.
Ia mengaku saat itu masih pemula. Di Singapura itu permintaan akan sayuran itu sangat bagus. Masalah di negara kita adalah biaya transportasi. Karena sayuran ringan, ia putuskan untuk menggunakan dus agak besar. Begitu sampai di sana, pihak pembeli komplain, karena dengan dus besar dibutuhkan lebih banyak orang untuk mengangkut. “Dus besar tidak bisa diangkut oleh satu orang, itu saya dimarahi, di sana kan labor cost tinggi,” kenangnya tentang kejadian 2002. Ia harus rela diberhentikan sebagai eksportir.
Kendala penyakit juga membuatnya menghentikan ekspor paprika per awal Juli lalu. Habis yang dia tanam karena terus menurun hasil panennya. “Paprika itu ada hama yang sangat sulit ditangani, sekitar 54 ton per bulan ekspor ke Singapura. Itu sebenarnya upayanya tidak mudah untuk bisa ekspor ke sana, saya mulai ekspornya dari 500 kg per bulan lho,” ujarnya. Akhirnya ia harus realistis, apapun ia lakukan untuk melawan kendala tersebut. Namun jika diteruskan ia bisa bangkrut karena paprika. “Menanam paprika itu satu ha biayanya Rp 450 juta, kalau gagal panen, uang itu musnah, tidak ada bekasnya, hanya tinggal dibabat saja,” ujarnya.
Ia sebut sebelumnya ada kerjasama di Lombok untuk menanam paprika ini. Lalu dipindahkan ke Lembang. Masalahnya sama, setelah tiga tahun menanam, masalah penyakit itu muncul. “Saya selalu berpikir mensiasati bagaimana bisa bertahan,” ujarnya. Butuh ketahanan mental menghadapi itu semua dan terus berpikir.
 Bisnis pertanian itu tidak seindah tanamannya kalau sudah jadi. Ini bisnis long term, ini kerja keras dan bisnis cerdas. Yang menjalankannya harus punya passion, cinta dan believe someday food akan menjadi problem,” katanya.
Karena Danny pernah bekerja di perusahaan-perusahaan besar, itulah kelebihan bisnis pertaniannya dikelola dengan lebih profesional. Walaupun jujur ia masih one man show, karena agak susah menurutnya jika ia tidak turun langsung. “Saya mulai mendorong anak buah yang muda-muda untuk mengambil alih tugas saya, saya harus cari orang marketing yang juga paham produksi,” ujarnya. Antara produksi dan pemasaran harus sejalan. Orang produksi harus memikirkan juga apakah produk bisa dijual, jangan sampai busuk tidak terjual. “Manajemen itu improve terus,” tuturnya. Ia pun mulai menggunakan anak-anak muda untuk mengalihkan tanggung jawab.
Maka teknologi musti di kedepankan. Itulah sebabnya, kini setelah menggunakan teknik aeroponic, Danny menggunakan metode in house dan nutrient film technic (NFT) yang ia pelajari di Malaysia. NFT merupakan teknik yang diterapkan sebagai pengganti dari teknik aeroponic. Intinya NFT itu nutrisi untuk tanaman disalurkan melalui air yang setipis film ukurannya. Tanaman tidak ditanam di tanah. Tapi dibangun semacam jaringan papan media tanam khusus dengan aliran air nutrisi yang konsisten jumlahnya. NFT sebenarnya berasal dari Thailand, dikembangkan di Malaysia, lalu dicoba diterapkan oleh Danny untuk Amazing Farm. Sudah sekitar 3-4 tahun mereka menggunakan sistem tanam NFT ini. Sistem tanam yang modern bisa menjaga produktivitas.
Saat ini tinggal sedikit sayur yang ia tanam dengan sistem aeroponic, karena energi yang dicurahkan lebih besar. Hanya di Lembang bawah yang menggunakan aeroponic. Sistem NFT produktivitas lebih tinggi, energi yang digunakan juga tidak sebesar aeroponic.
Manajemen tanam pun diperhatikan. Jadi, tiap hari pasti ada ada produk yang dipanen dan dikirim ke pasar-pasar moderen. “Kami tidak kenal libur,” ujarnya. Sehari untuk lahan yang 7,5 ha bisa menghasilkan 500-600 kg sayuran, belum termasuk tomat. Kalau tomat di kisaran 400 kg yang dipanen per dua hari. Untuk produksi sayur kangkung dan bayam yang menurut Danny sangat renyah dimakan, ditanam di Lembang bagian bawah (lahan 1 ha). Kangkung air dan bayam bermerek Amazing Farm hasilnya sekitar 200 kg per hari per produk.
Dengan teknologi on farm yang modern itu, membuat hasil produksi pertanian Amazing Farm sangat bagus. buah yang dihasilkan, misalnya, tetap kencang tidak cepat bonyok atau busuk meski sudah beberapa hari. Satu tomat bisa sangat besar dengan berat 300 gram. Harga per kilonya bisa Rp 25-30 ribu di supermarket. Semua tomat hasil Amazing Farm terlihat indah, merah dan besar.
Namun untuk menghasilkan tomat yang bagus itu tidak mudah. “Nanam tomat lebih sulit, penanganannya harus khusus, butuh orang khusus. Cari orang yang tepat sulit, sarjana pertanian maunya pakai dasi,” ujarnya sambil terbahak.
Danny juga sudah membudidayakan baby cucumber yang rasanya manis sekali. Produknya baru sedikit sekitar 1 ton per bulan. “Ini merupakan development product kami, masih untuk niche market,” imbuhnya. Setiap jenis sayur baru seperti jenis timun impor yang ia budidayakan baru-baru ini. Jika permintaan bertambah, ia tambah lahan tanamnya, untuk meningkatkan produksi. “Kami tes pasar dan lakukan promosi di berbagai pasar moderen juga untuk memperkenalkan produk baru kami,” imbuhnya. Testing pasar produk ini digunakan untuk apa saja.
 Biasanya yang sudah pakai produk kami, rasanya akan tinggal di lidah mereka. Saat mereka pindah ke sayuran tradisional susah, berat, mereka akan terus pakai produk kami,” ujarnya. Kelas menengah yang tumbuh dengan pesat sangat membantu Danny. Mereka menurutnya sangat sadar kesehatan, peduli pada produk yang bagus untuk tubuh mereka.
Proses belajarnya cukup panjang, sejak tahun 2000 saya belajar 5 tahunan. Ada masa kami tertawa, bisa ekspansi,” imbuhnya. Kala ekspansi problem menghadang seperti dihempas angin itu. Rugi berapa? “Banyak lah,” elaknya sambil terbahak, tanpa mau menyebut angka. Yang jelas, seluruh atap “rumah tanam” porak poranda, tanaman harus ditanam ulang, karena rusak semua. “Hanya 40 persen yang bisa dijual ke pasar. Tadinya saya sudah mau berhenti jadi petani, bayangkan empat kali diterjang angin,” tuturnya.
Saya tapi berpikir juga, ingin berhenti, tapi karya yang sudah dibangun susah payah sayang, penasaran juga,” ujarnya. Karena itu, pihaknya terus mencari cara dan sistem yang lebih baik. Berpikir terus bagaimana menghadapi kondisi ini.
Untuk bibit kebanyakan ia dapat tentu dari impor seperti letuce, tomat buah, tomat kecil-kecil seperticherry dan sebagainya. Kecuali kangkung dan bayam yang dia tanam di Sentul dan Lembang bagian bawah.
Seluruh produk hasil pertaniannya diberi merek Amazing Farm. Semua dijual di pasar moderen kelas menengah atas seperti: Hypermart, Carrefour, Hero, Total Toko Buah, Ranch Market, Foodhall, dan sebagainya. Ia sudah menggunakan merek itu sejak awal berdiri. “Sejak awal saya memang ingin membuat merek yang menarik. Biasanya barang pertanian itu komoditas, artinya harga tergantungdemand-supply, kalau demand tinggi supply kurang harga naik. Itu terjadi sebaliknya, harga bisa tengkurep abis, karena barang tidak bisa distok,” jelasnya. Danny pun berpikir, hal seperti itu tidak boleh terjadi di barangnya.
Tomat misalnya, biaya tanam baru bisa BEP pada 3 kg, kalau cuaca baik bisa dapat 5 kg. Tapi kalau cuaca buruk atau penyakit menyerang saat panas, jangankan 3 kg, 2 kg saja sudah lumayan. Produksi tidak bisa dikunci, karena produk ini bergantung pada alam, tidak bisa dikontrol. Maka akhirnya ia pikir hargalah yang bisa dikontrol.
Barang yang bersifat komoditi, kami geser menjadi barang yang bersifat goodsdengan branding, memberi nilai tambah, rasanya berbeda, sayuran kami benar-benar sehat karena tanpa pestisida, kualitas juga konsisten,” tegasnya. Itu semua yang membuat barangnya terjaga harganya. Tiap tahun jika semua biaya naik, harga produknya juga naik.
Merek sayur Amazing Farm berhasil di pasar, menurut Danny, karena waktu awal ia lempar ke pasar adalah di Setia Budi Supermarket, Bandung. Di sana mayoritas pembelinya adalah orang asing (bule). Sejak itu mereka selalu mencari sayuran dengan merek Amazing Farm. “Waktu itu memang kami ditolak awalnya, mereka khawatir kami tidak bisa supply sesuai target toko,” katanya. Apalagi setelah mencoba masuk Jakarta, lebih berat lagi sebagai pendatang baru. Waktu masuk pertama kali ke Jakarta itu ia masih menggunakan teknik aeroponic.
Saya bilang, ini sayur yang saya jual ditanam di udara. Waktu saya bilang begitu mereka tidak percaya, saya ajak mereka ke kebun,” katanya. Melihat kebunnya bagus, sayuran terlihat sehat-mulus-bersih tidak menggunakan pestisida, buyertertarik. Hero berhasil Danny taklukan kala masuk ke Jakarta, baru kemudian masuk Hypermart, lalu Carrefour yang menurutnya lebih sulit masuk, dan terakhir bisa masuk Ranch Market. “Sejak itulah pasar modern mulai mencari kami, mereka yang cari,” paparnya.
Setelah memberi merek pada produk pertanian, Danny menegaskan, kita harus konsisten pada kualitas. Tidak bisa ada sayur kadang besar, kadang kecil. Juga menjamin ketersediaan produk. “Jangan sampai on-off on-off, orang bingung kala cari brand tersebut,” ujarnya. Kala produksi banyak, toko juga tidak bisa menampung, akhirnya dijual murah oleh toko, akhirnya konsumen tidak teredukasi. Ini juga tidak benar menurut Danny, maka itu volume produksi harus bisa dijaga atau konsistensi pasokan.
Kualitas dan konsistensi pasokan terjaga kalau kita bisa menjalankan on farmdengan baik, supaya menghasilkan hasil pertanian yang baik,” katanya. Meski begitu karena ini bukan pabrikan, tidak bisa semua hasil pertanian adalah grade A, akan ada 20% yang kualitasnya di bawah itu. “Kami lakukan sortir, yang tidak bagus kami buang, yang kualitasnya kurang, tapi masih bisa dijual, kami lempar tanpa brand ke pasar tertentu,” jelasnya.
Untuk menjaga konsistensi pasokan, Danny juga menggandeng beberapa mitra petani. Ada yang di sekitar Lembang, Tapos, Sentul, Tangerang total ada sekitar 1 ha. Mitra sayuran ini proses dan sistem tanamnya mirip dengan yang diterapkan di tiga lahan yang dimiliki Amazing Farm. “Kami ajarkan, ada pegawai yang kami tempatkan untuk menjadi penyuluh dan pengawas mereka,” katanya. Begitu juga dengan mitra kelompok tani untuk buah ekspor, Danny menempatkan satu pegawainya di tiap kelompok tani untuk jadi mitra untuk memonitor dan kontrol mereka dalam bercocok tanam.
Danny memilih satu orang yang dituakan dan disegani oleh kelompok tani agar pengelolaan para petani ini mudah. Satu orang ini semacam kepala kelompok. “Kami memberikan harga tetap, satu kebun misalnya memasok kepadanya dua ton, tiap hari sayur A, B, C dipasok mereka, dengan harga yang sudah ditentukan,” tuturnya. Jadi pihaknya memberi garansi pasar dan harganya.
Mereka harus pastikan hasil panen sayurnya sesuai dengan standar kami,” katanya. Petani ternyata bisa diajak kerjasama, bisa menghasilkan produk yang oke, kerjasama dengan baik pula. Berapa kelompok tani? “Kepalanya satu, anak buahnya banyak. Kami tidak bisa dealing dengan banyak petani. Dengan kepala kelompok inilah kami dealing, kami tidak bisa masuk terlalu jauh,” imbuhnya.
Tentang dukungan dari pemerintah, Danny sulit menjawab, ia mengaku di pertanian hampir semua dijalankan dengan mandiri. Artinya dukungan pemerintah sangat kurang. Mulai dari infrastruktur, ia harus bereskan sendiri. Terlebih lahanya yang di Lembang atas sangat curam. Juga dalam hal riset dan pasar dilakukan sendiri. Kecuali pada hal kerjasama dengan kelompok tani, ia bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat. “Kalau pemerintah, di pertanian — terutama di hortikultura — boleh dibilang secara riil tidak terasa,” ujarnya. Ia juga mengkritisi kebijakan yang tidak konsisten soal impor sayuran.
Kebijakan dinilainya sering tidak konsisten, terutama di pertanian. Belum lama ini ada stop wortel impor, padahal permintaan wortel luar biasa di pasar lokal. Ketika wortel distop orang tetap mencari. Sedang pemerintah tidak mendukung beberapa sentra wortel Indonesia yang sangat bagus. Tidak ada pembelajaran agar petani maju. Di Brastagi, Sumut, misalnya, wortelnya sangat bagus, rasanya lebih manis daripada wortel impor dari Cina. Masalahnya meraka sangat tradisional. Panen asal saja tidak ada sortir atau dicuci dulu agar wortel lebih bagus.
Kami pergi ke sana, membina petani, berat sebenarnya. Terlebih karakteristik orang di sana juga keras. Setelah proses mengajarkan budidaya, bagaimana menangani paska panen, sortir, grading, cuci, dan ada mesin untuk mengupas kulit ari agar wortel terlihat mengilap dan bersih,” katanya. Artinya sudah banyak investasi yang pihaknya tanam untuk membangun itu semua. Agar bisa memenuhi kebutuhan pasar wortel yang besar kala ditutupnya kebijakan impor wortel.
DannySayur
Setelah prosesnya berhasil, belum lama ini pemerintah membuka lagi impor wortel. “Akhirnya proses kerja yang kami lakukan tidak dalam semalam itu rontok oleh berubahnya kebijakan. Untuk mencoba varietas wortel yang cocok saja 4-5 bulan untuk daerah tertentu,” ujarnya. Bubar semua yang dikerjakannya. Sekarang menurutnya wortel impor dalam perjalanan menggempur pasar lokal. Uang sekolah, ia enggan menyebutkan berapa jumlahnya, hilang sia-sia. Pemerintah seperti tidak tahu situasi riilnya.
Ada beberapa produk memang yang harus diimpor, seperti apel, pir, anggur, duren juga berat untuk melawan Thailand, itu oke kalau diimpor. Tapi wortel sebenarnya bisa kita tanam sendiri, sangat bisa!” Danny berujar sambil menahan kekecewaan. Namun pihaknya tetap tidak menyerah, tetap akan dilawan wortel produknya agar bisa melawan produk impor. “Kami lakukan deferensiasi,” tegasnya.
Kendala mencari lahan pertanian juga makin sulit, karena makin sempit untuk tempat tinggal dan pabrik. Padahal kebutuhan akan produk pertanian terus meningkat dengan bertambahnya jumlah manusia. Mengubah petani kita dengan mind set lama tentang cara bercocok tanam yang baru itu butuh waktu, butuh waktu membuka wawasan. Mereka khawatir dengan cara bertanam yan baru.
Danny mengaku harus menggandeng partner yang bisa diajak kerjasama untuk ekspansi. Selain itu, ia didukung oleh pendanaan dari bank. Termasuk dengan menggandeng para kelompok tani melalui kontrak yang jelas untuk menjaga produksi. “Kami bahkan sampai punya mitra di Makasar, dia bukan lulusan pertanian, lulusan teknik elektro, kami bantu dealing dengan pasar moderen. Kami dapat feedari semua dukungan kami untuk tanam itu dari mereka,” ujarnya.
Target Danny, jika mengikuti ambisi tentu ingin lebih besar lagi. Ia juga punya ambisi bisa beroperasi dan produksi di negara orang. Inginnya bisa produksi di Myanmar atau Vietnam untuk mendekati pasar. Ingin juga bisa suatu hari bisa jadi perushaaan besar hingga jadi go-public. “Mimpi itu harus juga realistis dengan banyak hal hari ini. Saat ini kami harus berjuang dengan banyak kendala saat ini. Kami terus mencari sistem lebih baik dengan kondisi cuaca saat ini, mencari viarietas yang lebih baik, lebih unggul,” jawabnya. Danny menolak menyebut angka omset penjualan hasil pertaniannya. “Belum sampai triliunan, mulai dari kebun 2000 m2 dengan omset limaratusan juta rupiah per bulan. Saat ini saya tidak bisa bilang, sudah miliaran, tapi belum ratusan,” katanya sambil terbahak. Yang jelas ia yakin secara merek, Amazing Farm sudah punya pasar sendiri. (***)
Via : swa.co.id

2 comments:

  1. Affairs farming is no longer seen as an alias ndeso plebeian activities. The proof, in many cities are beginning to apply farming alias urban farming in urban areas.
    bandar togel singapore terbaik indonesia

    ReplyDelete
  2. JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI

    HUBUNGI KONTAK Kami
    BBM : D8E23B5C
    WHAT APPS : +85581569708
    LINE : togelpelangi
    WE CHAT : togelpelangi
    LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET

    Ayo coba keberuntungan anda
    jutaan rupiah menunggu anda

    ReplyDelete