
Korupsi masih banyak terjadi di beberapa negara. Australia juga mempunyai Independent Commission Against
Corruption (ICAC) sama dengan KPK, Konon di Australia MP (DPR) nya
yang sering ada kasus korupsi, ICAC nya kuat. Di Indonesia,
Polisinya yang lebih kuat dari KPK (ICAC) yang sama dengan kondisi Hongkong sebelum tahun 1977.

KPK
saat ini sedang berkonflik dengan petinggi Polri, yang membuat lembaga
antikorupsi itu terancam lumpuh. Kondisi ini pernah dialami Hong Kong.
Namun kondisi krisis yang dialami Independent Commission Against
Corruption (ICAC) berbuah menjadi momentum sempurna untuk bersih-bersih
total di tubuh kepolisian.
"Apa yang terjadi pada KPK di Indonesia ini seperti yang dialami ICAC pada 1977," ujar mantan komisioner ICAC, Tony Kwok dalam perbincangan dengan media di Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Senin (9/2/2015).
"Apa yang terjadi pada KPK di Indonesia ini seperti yang dialami ICAC pada 1977," ujar mantan komisioner ICAC, Tony Kwok dalam perbincangan dengan media di Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Senin (9/2/2015).
Kala itu, puluhan anggota kepolisian Hong Kong mengepung kantor ICAC sebagai bentuk protes atas pengusutan kasus sejumlah korupsi di kepolisian yang dilakukan lembaga antikorupsi itu. Tony yang bekerja di ICAC sejak 1975, menjadi salah satu saksi sejarah kala insiden itu terjadi.
Karena kondisi panas itu, Gubernur Hong Kong Murray MacLehose mengeluarkan keputusan berupa pemberian amnesti untuk kasus korupsi minor yang dilakukan perwira-perwira polisi sebelum 1977. Namun polisi diminta kooperatif dengan penyidikan ICAC untuk kasus korupsi yang dilakukan setelah tahun tersebut.
Setelahnya, benar-benar tak ada ampun. Mulai dari tahun 1978, ICAC menyidik kasus korupsi di kepolisian dan memenjarakan sejumlah perwira tinggi. Ada juga beberapa perwira polisi yang karena kesalahannya dianggap ringan, maka hukumannya 'hanya' berupa dikeluarkan dari kesatuan.

Pada penyidikan tahun 1978 itu, ICAC menjerat 119 perwira polisi dan satu orang petugas bea cukai terkait beragam kasus korupsi. Langkah ICAC ini mendapatkan apresiasi positif dari publik dan parlemen Hong Kong kala itu.
Tonny mengatakan, imbas dari kegiatan bersih-bersih massal pada 1978 itu, kepolisian Hong Kong lantas mereformasi diri dan lebih transparan. Kepolisian lantas juga tidak segan menggandeng ICAC dalam berbagai kegiatan, salah satunya pada pengawasan.
"Dari kondisi krisis pada 1977 itu, di mana kami berhadapan dengan polisi, kami mendapatkan momentum positif," ujar Tony.
Tony mengatakan dengan didampingi ICAC, proses bersih-bersih secara swadaya di internal kepolisian Hong Kong menjadi optimal. Kepolisian Hong Kong, kata Tony, merupakan salah satu yang terbersih di dunia.
Tony mengatakan dengan didampingi ICAC, proses bersih-bersih secara swadaya di internal kepolisian Hong Kong menjadi optimal. Kepolisian Hong Kong, kata Tony, merupakan salah satu yang terbersih di dunia.

Terkait dengan ICAC, Tony mengatakan mekanisme operasional lembaga itu sama persis dengan KPK. Dua lembaga itu sama-sama awalnya meminjam tenaga penyidik dari kepolisian.
"Penyidik ICAC juga awalnya dari kepolisian juga. Setelah kontrak pertama dia ditawari, apakah mau tetap di ICAC atau kembali ke kepolisian. Saya dengar hal yang sama juga begitu kan di KPK sini. Tapi tak ada lagi konflik dengan kepolisian setelah peristiwa itu," kata Tony.
Masih seputar imbas dari intervensi pemerintah Hong Kong pada 1977 itu, ICAC menjadi lembaga yang benar-benar 'didewakan'. Saat Hong Kong lepas dari koloni Inggris, ICAC dimasukkan di dalam konstitusi Hong Kong, lebih kuat dari sebelumnya yang hanya berlandaskan undang-undang.
"Dengan masuk ke dalam konstitusi, posisi ICAC jelas lebih kuat dari sebelumnya," ujar Tony.
Lalu bagaimana dengan pemerintah Indonesia -- yang sampai saat ini belum mengambil langkah kongkret terkait konflik KPK-Polri--, bisakah membuat keputusan monumental seperti yang dilakukan Hong Kong? (FP/detiknews/UGP)
Korupsi adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara dengan
perkembangan ekonomi pesat, demikian salah satu kesimpulan Transparency
International ketika merilis Corruption Perseptions Index (CPI) 2014
hari Rabu (03/12/14) di Berlin, Jerman.
Organisasi anti korupsi ini setiap tahun mengeluaakan laporan korupsi
global. Dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik, sebagian besarnya
mendapat peringkat yang buruk. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari
seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih.
Indonesia mendapat skor 34, naik dari tahun lalu, 32. Indonesia kini
menduduki peringkat 107, bersama-sama dengan Argentina dan Djibouti.
Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruhnya 174 negara
yang diperiksa.Kondisi ini masih jauh di bawah
negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Malaysia dan
Singapura.
"Pertumbuhan ekonomi terganggu dan upaya pemberantasan korupsi melemah,
ketika penguasa dan para pejabat tinggi menggunakan kekuasaannya untuk
memperkaya diri dengan dana publik
Negara-negara yang dinilai paling bersih adalah Denmark, Selandia Baru,
Finlandia, Swedia, Swiss dan Norwegia. Jerman berada di peringkat 12, Jepang 15
dan Amerika Serikat 17.(dw.de.com)
Jenis Korupsi di Indonesia
Berdasarkan data KPK selama tahun 2014 ini, kasus korupsi paling
banyak ditemukan di kementerian atau lembaga pemerintah, yakni mencapai
23 kasus.
Pada urutan kedua ditempati pemerintah kabupaten dan pemerintah kota,
yakni ada 13 kasus. Sementara di pemerintahan provinsi (pemprov)
ditemukan 11 kasus korupsi dan menempatkan pemprov di urutan ketiga
paling rawan korupsi. Selanjutnya adalah DPR dengan 2 kasus.
Berdasarkan jenis perkara korupsi, praktik penyuapan masih
mendominasi kasus-kasus korupsi. Selama tahun 2014, ada 16 kasus
penyuapan yang ditangani KPK.
Ini berarti, kasus penyuapan paling banyak dilakukan dalam praktik
korupsi. Pada urutan kedua adalah pengadaan barang dan jasa dengan 13
kasus. Sementara tindak pidana pencucian uang dan pungutan masing-masing
terjadi 5 kasus. Urutan berikutnya adalah perizinan dengan 4 kasus.(liputan 6)
No comments:
Post a Comment