Wednesday 14 January 2015

Bagaimana Sebagian Besar BUMN Bisa Mengalami Kerugian ?


Bagaimana namanya perusahaan yang aset dan penggajiannya dimodali pemerintah seharusnya cari untung, kok sebagian besar malah merugi? apa pemilihan SDM nya kurang tepat, investasi yang salah, jadi sapi perah partai yang berkuasa atau karena hal lain ? berikut ini kita simak audit dari BPK 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian yang dialami perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini sebagian besar disebabkan salah investasi (miss-invest).
“Pada pemeriksaan terakhir, dari 138 BUMN, sekitar 54 persennya mengalami kerugian karena melakukan investasi yang salah,” ujar anggota BPK Achsanul Kosasih seperti dikutip harian Investor Daily, Kamis (15/1).
Faktor kedua, kata dia, terkait ada sekitar 24 kewajiban pelayanan publik (PSO) yang belum terselesaikan dan belum terbayar. Alasan ketiga, akibat kesalahan manajemen atau terkena imbas kurs, dengan persentase sekitar 22 persen.
Menurut dia, BUMN juga dihadapkan pada ketatnya peraturan yang mengikat. Ada sekitar Sembilan Undang-Undang yang harus dipatuhi oleh BUMN, sedangkan perusahaan swasta hanya ada tiga Undang-Undang. 

Rekomendasi BPK tidak dilaksanakan BUMN
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan ada lima perusahaan pelat merah yang tidak melakukan rekomendasi BPK. Kelima perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut  bergerak di bidang yang berbeda-beda.

Anggota VII BPK Achsanul Qosasi ketika ditanya wartawan tidak mau menyebutkan siapa saja perusahaan tersebut. “Campur. Ada BUMN, trading, SDA (sumber daya alam), dan jasa. Hanya lima yang tidak melakukan rekomendasi itu,” katanya di Gedung BPK, Jakarta, Kamis (8/1).
Dari catatan BPK sampai Desember 2014, BPK sudah mengeluarkan  11.018 rekomendasi. Dari 11.018 rekomendasi tersebut, baru 7.132 rekomendasi atau 65 persen yang sudah ditindaklanjuti. Sementara untuk rekomendasi yang belum sesuai dan dalam proses tindak lanjut sebanyak 2.034 dan yang belum ditindaklanjuti 1.655 rekomendasi.

Achsanul menyebutkan rekomendasi tersebut bisa berbeda-beda untuk masing-masing BUMN. Namun paling banyak adalah mengenai ketidakpatuhan terhadap peraturan dan ketidakefisienan yang dilakukan BUMN, sehingga menimbulkan kerugian perusahaan bahkan sampai merugikan negara.
“Banyak juga tentang bagaimana banyak BUMN yang salah melakukan investasi pengadaan-pengadaan barang dan merugikan perusahaan. Detailnya sangat rahasia. Nanti di Laporan Hasil Pemeriksaan Juni 2015 baru disampaikan,” ujarnya.

Achsanul juga memberikan batas waktu kepada seluruh BUMN yang belum menindaklanjuti rekomendasi selama satu pekan dihitung mulai hari ini. Mengingat dalam pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2014 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

Bahkan dalam ayat 5 disebutkan pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian
Menteri BUMN Rini Soemarno menyambut baik upaya pertemuan antara BPK dengan jajaran direksi dan komisaris di BUMN, termasuk kementerian BUMN. Dia berharap ke depannya BUMN dapat melaksanakan rekomendasi tersebut, sehingga dapat menjadi BUMN yang setara dengan perusahaan global.

“Tujuan kami dari kementerian BUMN adalah bagaimana BUMN dapat berkompetisi di pasar global, dan menjadi perusahaan yang setara dengan perusahaan global,” kata dia.
sumber :  katadata.co.id

"Temuan ini tinggi sekali, karena jumlah anak usaha sekitar 600-an"


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat rasio permasalahan anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berpotensi merugikan negara dan korporasi mencapai 62 persen.
Anggota VII BPK Achsanul Kosasih mengatakan, lembaganya telah memerika 45 anak usaha perusahaan berpelat merah. Dari pemeriksaan itu, ditemukan 801 temuan dan 1.294 rekomendasi. 
"Temuan ini tinggi sekali, karena jumlah anak usaha sekitar 600-an. Kami akan terus komunikasi dengan Kementerian BUMN," kata Achsanul di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (16/1). BPK bersama dengan Kementerian BUMN akan mengarahkan pemeriksaan keuangan perusahaan BUMN, agar ke depannya pengambilan keputusannya fokus. 

Kosasih menuturkan, ada indikasi transaksi ilegal ketika perusahaan induk menyerahkan transaksi yang tak bisa ditangani ke anak usaha. Bahkan, dia menyebutkan akan ada kasus besar di sektor multifinance BUMN dalam dua hari kedepan terkait kasus ini.
Rasio penyelesaian yang paling besar adalah di sektor keuangan dan perbankan, yang rata-rata mencapai 91,87 persen. Sementara untuk sektor tambang sebesar 84,59 persen, kesehatan 82,35 persen, industri perkebunan dan kehutanan 78,02 persen, dan industri karya-infrastruktur 75,98 persen.
"Kalau kasusnya keterlaluan akan kami sampaikan apa adanya. Tapi kalau karena mereka miss, dan bukan untuk kepentingan kelompok akan kami cari penyelesaiannya," ujarnya.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku akan menindaklanjuti laporan BPK mengenai perusahaan yang bermasalah, yakni BUMN yang termasuk dalam rekomendasi penyelesaian di bawah 50 persen. Perusahaan tersebut antara lain, Merpati, Pelindo, Perum Perumnas, Hotel Indonesia Natour, Indofarma, Kapal Indonesia, Perum Perikanan, Balai Pustaka, Perum PFN, Kima. 

"Kami akan panggil mereka nanti," ujar Rini.
Menurut dia, anak usaha perusahaan BUMN yang diperiksa diantaranya dari BUMN besar seperti Pertamina, PLN, Telkom, dan jasa keuangan. Dia mengaku permasalahan tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak lama dan belum ada penyelesaian.
Pemerintah sebelumnya belum bisa menyelesaikan permasalahan ini. Bahkan, kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga belum optimal mengawasi anak perusahaan BUMN.
sumber : katadata.co.id/berita/2015/01/16/62-persen-anak-usaha-bumn-berpotensi-merugikan-negara#sthash.KB61V9dV.dpuf

No comments:

Post a Comment