Wednesday 21 January 2015

Di Jepang, Orang-Orangan Sawah Lebih Banyak dari Manusia

Di Jepang, Orang-Orangan Sawah Lebih Banyak dari Manusia

Di Nagoro, sebuah desa terpencil di pegunungan Jepang, jumlah orang-orangan sawah lebih banyak dari jumlah penduduk, yang hanya mencapai 35 orang. (Ilustrasi/Getty Images/Thinkstock)


Desa Nagoro, sebuah desa terpencil yang terletak jauh di pegunungan di selatan Jepang merupakan daerah yang pernah dihuni ratusan penduduk. Namun saat ini, desa ini hanya berpenghuni 35 warga dan orang-orangan sawah yang jumlahnya tiga kali lipat dibanding dengan penduduk desa ini. 
Orang-orangan sawah yang "menghuni" desa ini tidak hanya ditempatkan di sawah untuk mengusir burung-burung yang dapat merusak padi, seperti pada umumnya. Namun, juga ditempatkan di sejumlah ruang publik, seperti di halaman rumah, persimpangan jalan, pertokoan, halte bus dan sejumlah tempat lainnya yang biasa dipadati warga.


Seperti diberitakan media Jepang, Nippon.com, orang-orangan sawah yang dibuat oleh Tsukimi Ayano, 65 tahun, diletakkan di tempat-tempat strategis untuk mengganti keberadaan penduduk desa yang telah meninggal atau pindah.


"Orang-orangan sawah ini mengingatkan saya pada masa lalu, ketika banyak warga masih hidup dan sehat. Wanita tua itu sering berkunjung sembari minum teh. Sedangkan pria ini sering bercerita sembari menenggak sake," kata Ayano, sembari menunjuk orang-orangan sawah yang dibuatnya. 
Hingga saat ini, terdapat ratusan orang-orangan sawah, dengan berbagai ekspresi, jenis kelamin, dan usia, tersebar di seluruh penjuru desa Nagoro, Jepang. (Ilustrasi/Getty Images/Wolterk)   


Pada usia 65 tahun, Ayano adalah salah satu penduduk desa termuda di desa Nagoro. Ayano yang sebelumnya tinggal di Osaka memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya demi menjaga ayahnya yang telah berusia 85 tahun.


Keadaan yang menyedihkan ini terjadi akibat meningkatnya angka kematian, rendahnya angka kelahiran dan menurunnya jumlah warga usia produktif; berbagai masalah yang kini tak hanya menimpa Nagaro, tetapi juga Jepang secara keseluruhan. 


Persolaan depopulasi memang menjadi salah satu masalah utama di Jepang. Lebih dari 10 ribu kota dan desa di Jepang mengalami depopulasi, mengakibatkan ribuan rumah dan infrastruktur hancur karena tak terpakai.


Desa Nagaro, yang pernah mendapat julukan "rumah di langit", kini tak ubahnya bagai kota hantu tak berpenghuni, daerah yang seperti terjebak dalam mesin waktu karena tak ada pembangunan baru. 


Satu-satunya jalan utama di desa ini terlihat kosong. Pertokoan dan ratusan rumah ditutup secara permanen.
Sekolah dasar pun telah ditutup sejak dua tahun lalu, karena tak ada siswa. 


Ketika Ayano kembali ke desa ini 13 tahun lalu, dia mencoba untuk bertani. Namun, karena takut tanaman lobaknya dimakan burung, dia pun mulai membuat orang-orangan sawah. 
Sejak itu, munculah ide untuk membuat desa ini "kembali berpenghuni".


Hingga saat ini, terdapat ratusan orang-orangan sawah, dengan berbagai ekspresi, jenis kelamin dan usia, tersebar di seluruh penjuru desa Nagoro, yang kini dijadikan salah satu objek wisata di Jepang.


"Tanpa orang-orangan sawah, pengunjung akan melewati desa ini, seakan ini desa mati. Sekarang, mereka mampir, setidaknya untuk memotret orang-orangan sawah," kata Ayano.


Populasi Jepang mulai menurun pada tahun 2010 dari jumlag 128 juta orang. Tanpa peningkatan angka kelahiran atau aktivitas imigrasi yang masif, diperkirakan populasi di negeri sakura ini akan turun menjadi 108 juta orang pada tahun 2050, dan menjadi 87 juta pada 2060. 
Pada saat itu, empat dari 10 Jepang akan berumur lebih dari 65 tahun, atau telah melewati masa produktif. 

No comments:

Post a Comment